Artikel

Artikel

Telah Berdosa di dalam Adam

Posted 29/09/2014 | 12:09

Dalam Roma 5:12-21, kasih karunia dipertentangkan dengan dosa, dan ketaatan Kristus dipertentangkan dengan ketidaktaatan Adam. Hal itu terdapat pada awal bagian kedua ki­tab Roma (5:12-8:39), yang saat ini akan kita perhati­kan dengan seksama. Pembahasannya mengarah kepada kesimpulan yang terletak pada inti renungan kita lebih lanjut. Kesimpulan itu terdapat dalam ayat 19 yang menyatakan, "Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar." Di sini Roh Allah mula-mula menunjukkan kepada kita apa adanya kita, lalu menunjukkan bagaimana kita menjadi orang macam itu. 

Pada awal hidup Kristiani kita, yang kita perhati­kan hanyalah perbuatan kita, bukan hakiki diri kita. Kita sering merasa sedih dan tertekan oleh karena apa yang kita lakukan dan bukan oleh karena apa adanya kita. Kita mengira, asal kita sanggup membenahi hal-hal tertentu, kita akan menjadi orang Kristen yang baik. Lalu mulailah kita mengubah tingkah laku kita. Namun hasilnya tidak seperti yang kita harapkan. Ternyata yang mengecewakan kita adalah sesuatu yang lebih dari se­kedar persoalan luaran, ternyata ada persoalan yang le­bih serius di dalam diri kita. Kita berusaha menyenang­kan hati Tuhan, tetapi di dalam kita ada sesuatu yang tidak ingin menyenangkan hati-Nya. Kita berusaha ren­dah hati, tetapi di dalam diri kita ada yang menolak ren­dah hati. Kita mencoba mengasihi, tetapi di batin kita ti­dak dapat mengasihi. Kita tersenyum dan berusaha tam­pak ramah, tetapi di batin kita merasakan tidak ramah. Semakin berusaha membenahi hal-hal lahiriah, kita makin sadar bahwa persoalannya sudah berakar. Saat ini kita datang kepada Tuhan dan berkata, "Tuhan, kini saya nampak! Bukan 'perbuatan'ku saja yang salah; 'diri'ku pun salah."

Kesimpulan Roma 5:19 mulai terbuka kepada kita. Kita adalah orang dosa. Kita adalah anggota suatu ras yang tersusun dengan hal-hal yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Demi kejatuhan, terjadilah perubahan yang mendasar pada karakter Adam, yang membuatnya menjadi orang dosa, orang yang berdasarkan dirinya ti­dak mungkin menyenangkan hati Allah. Kita tidak hanya secara luaran mirip dengan ras ini, bahkan karakter batiniah kita pun tidak terkecuali. Kita ini "orang dosa sejak lahir". Bagaimana hal itu terjadi? Paulus berkata, "Karena ketidaktaatan satu orang".

Ijinkan saya menggambarkannya dengan analogi yang sederhana. Nama marga saya adalah Nee. Bagaimana saya memilikinya? Saya tidak memilihnya. Saya tidak pernah memeriksa daftar nama orang-orang lalu memilih nama tersebut. Fakta bahwa saya bermarga Nee bukan karena perbuatan saya, dan saya pun tidak berdaya mengu­bahnya. Saya adalah seorang bermarga Nee karena ayah saya bermarga Nee; dan ayah saya bermarga Nee karena ka­kek saya bermarga Nee. Kalau saya bertingkah laku seperti seorang yang bermarga Nee, saya adalah Nee; kalau saya bertingkah laku tidak seperti seorang yang bermarga Nee, saya tetap Nee. Kalau saya menjadi Presiden, saya adalah Nee; kalau saya menjadi pengemis di jalanan, sa­ya tetap Nee. Saya melakukan sesuatu atau tidak mela­kukan sesuatu, semua itu tidak bisa membuatku menjadi bukan Nee.

Kita adalah orang dosa, bukan karena diri kita sendiri, melainkan karena Adam. Bukan karena saya sen­diri berbuat dosa, lalu saya menjadi orang dosa, melain­kan karena saya ada di dalam Adam ketika ia berdosa. Karena menurut kelahiran saya berasal dari Adam, aku adalah sebagian dari dia. Saya tidak dapat melakukan sesuatu untuk mengubahnya. Dengan memperbaiki kela­kuanku, saya tidak dapat membuat diriku menjadi bukan sebagian dari Adam; saya adalah orang dosa.

Di China, saya pernah berkata, "Kita semua telah berdosa di dalam Adam." Ada orang yang berkata, "Aku tidak mengerti." Saya lalu mencoba menjelaskannya de­mikian. "Semua orang Tionghoa adaiah keturunan Huang Ti. Lebih dari empat ribu tahun yang lalu ia berperang dengan Si Lu. Musuhnya itu sangat kuat, namun akhir­nya Huang Ti mengalahkannya dan membunuhnya. Se­sudah itu Huang Ti membangun bangsa Tionghoa. Sebab itu, lebih dari empat ribu tahun yang lalu bangsa Tiong­hoa sudah berdiri karena Huang Ti. Kalau saat itu Huang Ti tidak membunuh musuhnya, melainkan dibu­nuh oleh musuhnya, apa yang akan terjadi?" "Tentu aku tidak mungkin ada," jawabnya. "Ah, tidak! Huang Ti bo­leh mati, namun Anda dapat terus hidup," sahutku. Ti­dak mungkin!" serunya. "Kalau dia mati, saya pun tidak mungkin ada, karena saya ini keturunannya." Sudahkah Anda nampak kesatuan dalam hidup ma­nusia? Hayat kita berasal dari Adam. Kalau nenek mo­yang Anda sudah meninggal pada usia 3 tahun, di mana­kah Anda kini? Pasti juga mati di dalamnya! Pengalaman Anda tercakup di dalam pengalamannya. Demikian pula, pengalaman kita tidak bisa berbeda dengan pengalaman Adam. Tidak ada yang dapat berkata, "Saya tidak pernah berada di taman Eden"; sebab secara hakekatnya, kita semua ada di sana saat Adam terkena bujukan si ular. Jadi, kita semua terlibat dalam dosa Adam, dan karena dilahirkan "dalam Adam" kita menerima apa saja yang terjadi padanya akibat dosanya, yaitu sifat Adam, sifat orang dosa. Kita ada karena Adam. Karena hayat dan si­fat Adam telah menjadi hayat dan sifat dosa, maka hayat dan sifat yang kita peroleh darinya pun dosa. Maka, seperti yang pernah kita katakan, persoalannya ada dalam hal keturunan, bukan dalam hal kelakuan. Tanpa mengubah kelahiran kita, kita tidak akan mengalami penyelamatan. Dalam jurusan inilah kita akan menemukan penye­lesaian masalah kita, karena demikianlah yang telah di­lakukan Allah. 

Sumber: Yayasan Perpustakaan Injil, "Kehidupan Orang Kristen Yang Normal", Watchman Nee.


Fitur komentar ditutup.