Artikel

Artikel

Pemimpin Keselamatan

Posted 11/03/2013 | 12:03

"Sebab memang sepantasnya Allah – yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan, yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan – juga menyempurnakan Perintis yang memimpin mereka kepada keselamatan melalui penderitaan."

(Ibrani 2:10)

Topik "Pemimpin kesela­matan" ini sukar sekali dipahami secara doktrinal. Menurut logika, dalam hal keselamatan, kita memerlukan Yesus sebagai Juruselamat dan Penebus kita, bukan Pe­mimpin, Perintis, atau Pelopor. Namun, dalam keselamatan Allah yang ajaib, dalam "keselamatan yang sebesar itu" kita benar‑benar membutuhkan seorang Pemimpin yang memimpin kita memasuki suatu tempat tertentu. Tempat manakah yang akan kita masuki di bawah pimpinan Pe­mimpin keselamatan ini? Ia akan memimpin kita mema­suki kemuliaan!

Dalam doa‑Nya kepada Bapa, Tuhan Yesus berkata, "Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan yang Engkau berikan kepada‑Ku." (Yoh. 17:22). Kemuliaan apakah itu? Yaitu kemuliaan yang akan kita masuki di bawah pimpinan Pemimpin kita. Itulah kemuliaan yang sudah diberikan‑Nya kepada kita. Walaupun kemuliaan itu sudah diberikan kepada kita, kita tetap ha­rus memasukinya.

Kita boleh mengibaratkan hal kemuliaan ini dengan se­kuntum bunga anyelir. Benih anyelir itu kecil sekali. Kalau Anda tanam ke dalam tanah, ia akan bertumbuh dan akhir­nya mencapai tahap berbunga. Ketika anyelir berbunga, itulah saat ia dipermuliakan. Tetapi dari tahap benih hing­ga tahap bunga, perlu melalui proses yang panjang. Dalam proses itu, ia, harus mengalami banyak peperangan. Andai­kata Anda adalah benih anyelir itu, Anda tentu dapat me­ngisahkan berapa banyak peperangan yang harus Anda alami. Pertama‑tama, anyelir itu harus berperang melawan dirinya sendiri, karena unsur hayat yang di dalam benih harus berperang melawan kulit luarnya, dan setelah men­dobraknya barulah bisa bersemi. Kemudian ia harus berpe­rang melawan tanah di sekitarnya. Sebenarnya tanah mem­bantu anyelir bertumbuh, karena itu dapat kita sebut tanah pertumbuhan. Namun tanah itu juga merupakan suatu penghambat bagi anyelir. Tanaman memang membutuhkan tanah, karena tanah membantunya bertumbuh, namun ta­nah juga merupakan penghambat bagi pertumbuhannya. Maka anyelir harus pula berperang melawan tanah. Ter­akhir, setelah ia mengalami banyak peperangan, akhirnya barulah anyelir tiba pada tahap berbunga. Itulah kemuliaan anyelir. Berbunga adalah kemuliaan anyelir.

Masing‑masing kita tanpa terkecuali adalah seperti se­butir benih anyelir. Melalui kelahiran kembali, hayat kemuliaan telah masuk ke dalam kita. Kini dalam kita terdapat sebutir benih kemuliaan; hayat yang kita miliki inilah ha­yat kemuliaan sebagai benih dalam batin kita dan inilah Kristus yang menjadi harapan mulia di dalam kita. (Kol. 1:27). Kemuliaan bukan sekadar sinar atau terang yang gemerlap di udara, itu terlampau obyektif. Kemuliaan yang dimaksud dalam Alkitab bukanlah yang lahiriah. Kemuliaan yang diwahyukan Alkitab tidak lain ialah berbunga­nya unsur ilahi di dalam batin kita. Pada suatu hari, unsur ilahi Allah ini akan berbunga di dalam kita.

Mari kita perhatikan transfigurasi (perubahan rupa) Tuhan Yesus di puncak gunung (Mat. 17:1‑2). Sewaktu Tuhan Yesus naik ke puncak gunung dan berubah rupa, apakah sinar kemuliaan mendadak turun dari surga tingkat ketiga ke atas diri‑Nya? Ataukah Ia memasuki suatu sinar cahaya yang di luar? Tidak, kemuliaan berpancar keluar dari dalam diri‑Nya, karena itu disebut transfigurasi.

Sewaktu bani Israel masuk ke tanah permai, mereka mulai berbunga. Itulah kemuliaan mereka. Setibanya me­reka di tanah permai, mereka mulai berperang. Maka tahap berbunga itu juga merupakan tahap peperangan. Peperang­an pertama yang mereka hadapi terjadi di Yerikho, kemudian berperang terus, hingga semua musuh ditaklukkan oleh Daud dan Bait Suci terbangun. Kemudian kemuliaan Allah memenuhi bait tersebut (1 Raj. 8:10). Terlibat jelas bahwa kemuliaan yang memenuhi bait itu turun dari atas; tetapi pada hakikatnya kemuliaan itu sudah ada menyertai bani Israel. Sejak mereka menyeberang Laut Merah, kemuliaan itu sudah ada bersama‑sama dengan mereka. Yakni berada dalam tiang awan dan tiang api (Kel. 14:19, 24). Ketika mereka membangun Bait Suci, kemuliaan itu segera memenuhi bait itu. Saya ulangi, kemuliaan itu bukan da­tang dari atas, melainkan sudah ada di sana sejak semula dan menanti‑nantikan pertumbuhan dan perkembangan mereka. Bila bani Israel berkembang dan dewasa, sepenuh­nya, kemuliaan itu serta merta memenuhi bait.

Begitu pula, ketika kita dilahirkan kembali, kita mem­punyai permulaan baru. Itulah hari Paskah kita. Sejak ha­ri itu, benih kemuliaan telah tertabur di dalam kita, dan benih itu terus bertumbuh. Pertumbuhan ini merupakan proses peperangan. Sampai saat ini kita masih, berada di dalam proses memasuki kemuliaan.

Bila Anda membaca keempat kitab Injil, Anda dapat melihat bahwa seumur hidup:Nya di bumi, Tuhan Yesus terus menempuh hidup peperangan; kisah hi­dup‑Nya merupakan kisah peperangan. Ia selalu berperang bagi pertumbuhan benih kemuliaan itu. Ia berperang agar kemuliaan terpancar keluar dan agar Ia dibawa masuk ke dalam kemuliaan.

Seluruh hidup­Nya, sejak Ia dilahirkan hingga Ia bangkit dari kematian, adalah proses peperangan. Dan peperangan‑Nya itu bukan hanya untuk kemenangan, tetapi juga untuk kemuliaan. Ia berperang untuk memperoleh kemuliaan; peperangan‑Nya membukakan jalan ke dalam kemuliaan. Dalam hal ini Dialah Pelopornya, yang membuka jalan menuju kemuliaan. Karena itu, dengan sendirinya Ia layak menjadi Pemimpin mereka yang juga akan masuk ke dalam kemuliaan. Jadi, Ia telah menjadi Pemimpin keselamatan kita. Hari ini kita semua mengikuti jejak Pelopor ini, yang telah membukakan jalan masuk ke dalam kemuliaan. Walaupun Ia telah berada dalam kemuliaan, namun kita belum memasukinya. Kita masih di tengah jalan sambil maju terus mengikuti Pemimpin kita.

Namun, sebelum Yesus menjadi Pemimpin, Ia harus mengalami banyak penderitaan, agar Ia menjadi sempurna (2:10). Kata "sempurna" dalam 2:10 ini berarti dirampungkan atau di­genapkan hingga tamat. Disempurnakan berarti dinyatakan memenuhi syarat. Sebelum Ia berinkarnasi, Yesus belum memenuhi syarat menjadi Pemimpin Keselamatan. Ia baru mempunyai syarat menjabat Pemimpin sesudah Ia meng­alami penderitaan manusia. Karena itu, disempurnakannya Yesus tidaklah berarti budi pekerti dan sifat‑Nya tidak sem­purna, tetapi dalam hal pengalaman penderitaan‑Nya sebagai manusia perlu disempurnakan, yang membuat‑Nya cocok menjadi Pemimpin, Panglima keselamatan para pengikut­-Nya. Karena Yesus telah melalui semua penderitaan manu­sia. Ia telah disempurnakan, memenuhi syarat, untuk men­jabat sebagai Pemimpin. Ia kini telah memenuhi syarat untuk membawa banyak putra Allah ke dalam kemuliaan, yang telah Ia masuki sebagai Pelopor.

Mengapa penulis surat Ibrani menyinggung soal pen­deritaan? Sebab ketika surat ini ditulis, kaum saleh Ibrani sedang mengalami penderitaan (10:32‑35) dan aniaya. Di satu pihak, penderitaan mereka memang tidak baik, sebab mereka sangat disusahkan olehnya. Tetapi di pihak lain, penderitaan adalah proses yang membantu mereka masuk ke dalam kemuliaan.

Semakin kita mengikuti Kristus pada jalan‑Nya, kita harus semakin bersedia mengalami pende­ritaan. Penderitaan itu berfaedah, sangat membantu kita. Semakin kita berdoa dan mengasihi Tuhan, semakin banyak pula ke­sulitan yang mungkin kita alami. Menurut pengalaman kita, dapatlah kita mengerti bahwa banyak kesulitan telah ditakar oleh Allah dengan cermat. Tidak terlalu panjang, juga tidak terIalu pendek, melainkan tepat sekali pada waktunya. Kalau kita mengenang kembali semua penga­laman kita yang lampau, kita akan merasa alangkah baik­nya perkara itu terjadi pada waktu itu. Maka, janganlah kita terganggu oleh penderitaan. Apa pun yang terjadi, ka­takan saja, "Puji Tuhan. Ini proses penting untuk masuk ke dalam kemuliaan."

Paulus sangat menyadari bahwa penderitaan memban­tu kita masuk ke dalam kemuliaan. Karena itu, ia berkata, "Sebab itu, kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manu­sia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia ba­tiniah kami diperbarui dari hari ke hari. Sebab penderitaan ringan yang sekarang im, akan menghasilkan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala‑galanya, jauh lebih besar daripada penderitaan kami." (2 Kor. 4:16‑17). Dalam 2 Korintus 4:17 Paulus membuat suatu perbandingan, yaitu membandingkan "penderitaan ringan yang sekarang" de­ngan"kemuliaan kekal yang melebihi segala‑galanya." Maka janganlah sedih karena penderitaan. Sebaliknya katakanlah kepada Iblis, Iblis, apa pun penderi­tam yang kualami, aku tetap bersukacita! Ini bukan beban yang berat, melainkan yang ringan!" Saudara saudari, apa­kah Anda merasa tertekan oleh beban yang berat? Banyak saudari berkata kepadanya, "Saudara, Anda tidak tahu be­tapa sulit dan berat keadaanku. Anda tidak tahu betapa beratnya beban yang menekan diriku." Saudari, Anda keliru! Penderitaan Anda tidaklah berat, malah sebaliknya. Yang berat adalah kemuliaan. Semua penderitaan kita itu ringan. Penderitaan ringan yang sekarang ini akan menger­jakan bagi kita kemuliaan kekal yang melebihi segala-­galanya.

Satu Petrus 5:10 mengatakan bahwa Allah adalah sumber segala anugerah. Ketika Paulus menderita karena duri yang menusuk dagingnya, ia mohon sampai tiga kali agar Tuhan mencabutnya (2 Kor. 12:7‑8). Tuhan menjawab, "Cukuplah anugerah‑Ku bagimu." Tuhan seolah berkata kepada Paulus, "Aku tidak begitu bodoh un­tuk mencabut duri itu, lebih baik Aku memberi anugerah yang cukup kepadamu. Aku akan menyuplaikan diri‑Ku, sebagai suplai anugerah, serta sebagai roti dan anggur un­tuk menjamin dan menunjangmu ketika kamu mengalami semua penderitaan. Semua penderitaan itu akan menda­tangkan kemuliaan di dalammu."

Sumber: Yayasan Perpustakaan Injil, Pelajaran Hayat Ibrani, Bab 9-10, Witness Lee.


Fitur komentar ditutup.