Artikel

Artikel

Mengapa Allah Disebut Laki-Laki?

Posted 13/11/2012 | 12:11


Alkitab sudah menyebut Allah sebagai “Dia” sejak semula, ketika Musa menulis kitab kejadian kurang lebih 3500 tahun yang lalu. Dalam akhir abad ini, ada orang mulai mempersoalkan apakah Allah itu laki-laki, perempuan, atau netral. Persoalan ini menjadi begitu hangat, sehingga baru-baru ini ada yang menerbitkan Alkitab netral, mengubah semua Alkitab yang menyebut Allah sebagai laki-laki. Sebelum seseorang mengubah Alkitab dengan menetralkan jenis kelamin Allah, ia harus mengerti, mengapa Alkitab menyebut Allah sebagai “Dia” (laki-laki). Selain itu, Alkitab diiilhamkan oleh Allah dan tidaklah sepatutnya kita mengadakan perubahan yang bisa mengubah maksudNya. 

Umat Manusia Diciptakan Menurut Gambar Allah

Semula umat manusia diciptakan menurut gambar Allah (Kej. 1:26). Manusia diciptakan untuk menyatakan Allah dalam hayat-Nya dan mengasihi Allah (Ul. 6:5). Tetapi manusia jatuh dari hadirat Allah karena berbuat dosa. Sebab itu, hari ini kita tidak melihat umat manusia seperti yang diharapkan semula. Manusia bukan mengekspresikan Allah yang adalah kasih dan benar, malah menerima Iblis dan mengekspresikan sifat-sifat Iblis, seperti kebencian dan ketidakbenaran (Tit. 3:3; Ibr. 2:15; 1 Yoh. 5:19; Kol. 1:21). Manusia bukan mengasihi Allah, sebaliknya mengasihi orang-orang, perkara-perkara, dan benda-benda di dunia ini sebagai pengganti Allah (Yer. 3:1; 2 Tim. 3:4) . 

Allah adalah Bapa

Allah berlimpah dalam hayat. Dia ingin mendapatkan banyak anak menjadi ekspresiNya. Untuk menjadi anak-anak Allah (Gal. 3:26), manusia harus menerima Allah sebagai hayat. Ketika menerima dan memiliki-Nya sebagai hayat, mereka dilahirkan dari Dia; Dia menjadi Bapa mereka (Ef. 4:6; 3:14-15). Dalam Alkitab, sumber hayat seseorang adalah ayah orang itu, bukan ibunya. Maka, Alkitab menyebut menyebut Allah sebagai Dia (laki-laki).


Allah ingin mendapatkan Isteri

Dalam kitab Kejadian, kitab pertama dalam Alkitab, kita diberitahu, bahwa umat manusia diciptakan dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Fakta ini menggambarkan sesuatu tentang Allah dan maksud hati-Nya. Setelah manusia pertama, Adam, diciptakan, Allah berkata, bahwa tidak baik manusia hidup sendiri saja, dan Ia membangun seorang perempuan sebagai isterinya (Kej. 2:18, 22). Ini menunjukkan bahwa Allah merasa bahwa Dia sendirian dan menginginkan seorang isteri. Dalam diriNya sendiri Allah itu sempurna, tetapi Dia belumlah lengkap dalam arti Dia mendambakan seorang pasangan untuk melengkapi-Nya dan menjadi kekasih-Nya. Dalam kitab Wahyu, kitab terakhir dalam Alkitab, Allah memiliki seorang mempelai perempuan korporat yang universal (Why. 21:2; 22:17): orang-orang yang ditebus-Nya melalui kematian-Nya, dipenuhi-Nya sebagai hayat, dan dibangun menjadi seorang perempuan yang korporat. Di antara kitab pertama dengan kitab terakhir dalam Alkitab, Alkitab mengembangkan pemikiran ini dan mewahyukan betapa Allah, melalui kerja keras yang begitu banyak, merampungkan tugas ini. 

Allah Adalah Suami dari Umat Manusia CiptaanNya

Allah menganggap seluruh umatNya sebagai seorang perempuan korporat yang universal. Semua laki-laki yang diciptakan melambangkan Sang “Laki-laki sejati”, yaitu diri Allah sendiri. Semua perempuan yang diciptakan melambangkan perempuan universal yang sejati, yaitu isteri Allah. Yesaya 54:5 memberi tahu kita, bahwa Yang menjadikan kita adalah suami kita. Dia adalah “Laki-laki sejati” dalam alam semesta ini. Dia memiliki segala hal yang didambakan dalam “Laki-laki yang sejati” Dia mahakuasa, pengasih, baik, dan adil. Dia tidak pernah sakit atau mati. Dia memperhatikan orang-orang yang diciptakanNya. Dia adalah Sang Penyedia yang agung. Dia menjadikan langit untuk bumi. Dan Dia menjadikan bumi untuk manusia dengan segala yang diperlukan, seperti udara, air, makanan, benda-benda untuk membuat pakaian dan tempat tinggal (Mat. 5:45). Dia adalah pahlawan universal. Dia selalu siap untuk menyelamatkan umat ciptaanNya. Dia memiliki semua syarat dan keadaan yang ingin dimiliki oleh semua laki-laki dan yang didambakan oleh semua perempuan dari seorang laki-laki. Yang Allah inginkan adalah umat manusia ciptaanNya, sebagai perempuan yang korporat, mau memberikan seluruh kasihnya hanya kepada-Nya. 

Bagi Kita, Allah adalah Dia dalam Hayat dan Kasih

Sebagai sumber hayat, Allah adalah Bapa kita dan kita adalah anak-anakNya. Dari segi hubungan kasih, Allah adalah suami kita dan kita adalah isteriNya. Umat manusia bisa menerima Allah sebagai hayat agar menjadi anak-anakNya dan pada saat yang sama, percaya kepada Kristus untuk menjadi bagian dari kekasihNya yang korporat dalam ciptaan baru. Alkitab menyebut kaum imani sebagai anak dan isteri Allah. Dari kedudukan Allah sebagai Bapa dan suami, Alkitab menyebut Allah sebagai Dia (laki-laki). Sebagai anak (putera-putera) Allah, kita semua adalah laki-laki dan tidak seorang pun perempuan. Sebagai kekasih Allah, kita semua adalah perempuan dan tidak seorangpun yang laki-laki. Dalam ciptaan baru, tidak ada laki-laki atau perempuan (Gal. 3:28). Inilah dua status orang Kristen. Sebagai putera-putera, kita menyatakan Bapa kita. Sebagai istriNya yang korporat, kita mengasihi Suami kita di atas segalanya dan taat sepenuhnya kepadaNya. Tetapi dalam kedua hal ini, Allah tetaplah Dia (laki-laki) bagi kita.   
      
Pertentangan mengenai Laki-laki dan Perempuan

Karena meninggalkan Allah, umat manusia menjadi tidak memiliki hayat  (Ef. 4:18) dan tidak memiliki kasih terhadap Allah. Karena itu, manusia tidak taat kepada otoritas Allah, melainkan jatuh di bawah kendali Iblis. Hubungan antara lelaki den perempuan menjadi tercemar. Karena sifat dosa yang ada dalam mereka, dan karena kekuatan tubuh daging yang besar, laki-laki telah memperlakukan perempuan secara tidak benar selama berabad-abad. Ketidaksetiaan, kebohongan, perbudakan, perampokan, kekerasan fisik, pelecehan mental, diskriminasi, dan bahkan pembunuhan, kebanyakan dilakukan laki-laki terhadap perempuan, dan bukan dilakukan perempuan terhadap laki-laki. Selama enam ribu tahun sejarah manusia telah terbangun “permusuhan” dan “dendam” di antara kaum perempuan (Ef. 2:14). Karena itu, dalam abad ini, muncul perjuangan untuk mendapatkan kesamaan hak dan pengakuan yang menentang diskriminasi kelamin dan perlindungan terhadap kaum perempuan. 
Laki-laki tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Perempuan, lambang mempelai perempuan korporat Allah, tidak taat kepada laki-laki, sama seperti seluruh umat manusia tidak taat kepada Allah. Alkitab mengatakan, “Karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala gereja. Dia sendiri adalah Juruselamat Tubuh. Tetapi sebagaimana gereja tunduk kepada Kristus, demikian pula isteri harus tunduk kepada suami mereka dalam segala hal. Hai suami, kasihilah isterimu, sama seperti Kristus mengasihi gereja dan mengorbankan diriNya baginya (Ef. 5:23, 25-27)."
Tidak ada laki-laki dan perempuan yang mampu menyatakan kasih dan ketaatan yang mutlak terhadap satu sama lain. Pertengkaran antar jenis kelamin yang berbeda terus bertumbuh, dan semakin besar daripada sebelumnya. Itulah sebabnya ada orang yang mengubah Alkitab, sehingga Allah tidak disebut laki-laki atau perempuan, agar menjadikan Alkitab “tepat secara politis”. Tidak ada jalan keluar di ujung terowongan gelap pertentangan di antara umat manusia ini, kecuali satu hal, yaitu berpaling kembali kepada Allah, Sang Bapa dan Sang Suami kita.

Kembali Kepada Allah, Bapa dan Suami Kita

Yang diperlukan manusia hari ini adalah kembali kepada Allah, sebagai Bapa kita, agar kita menerima hayat, dan kembali kepada Allah sebagai suami, agar kita menerima kasih. Allah adalah “laki-laki” sejati dalam alam semesta. Ketika kita memerlukan hayat dan otoritas untuk mengekspresikan Allah dan menentang Satan, Dia adalah Bapa kita yang sejati dan pemberi hayat. Ketika kita memerlukan kasih, perlindungan, persediaan, dan kesenangan, Dia adalah Suami kita yang sejati dan tepat. Kita, “Laki-laki” dan “perempuan” yang jatuh ini, memerlukan “Laki-laki” itu. Kita, laki-laki dan perempuan, perlu menjadi putera-puteraNya yang kuat dan mempelai perempuanNya yang kekasih. Bukalah diri Anda dan berdoalah kepadaNya, “Tuhan, Allah langit dan bumi, melalui kematian penebusan dan kebangkitan Yesus Kristus, aku ingin kembali kepadaMu. Jadilah Bapa pemberi hayatku dan suamiku yang pengasih.” Semakin banyak orang yang kembali kepada Allah, Bapa dan suami itu, “permusuhan” di antara Allah dengan manusia, dan antar manusia, akan terpecahkan, dan bumi akan menjadi tempat yang baik dan damai untuk hidup (Yes. 2:4; Why. 21:4).

Sumber: Yayasan Perpustakaan Injil, Traktat no. 3 dalam seri Pertanyaan-Pertanyaan yang Paling Sering Diajukan Tentang Allah, "Mengapa Alkitab Menyebut Allah sebagai Dia (Laki-laki)?"


Fitur komentar ditutup.