Artikel

Artikel

Menerima Kristus sebagai Teladan Kita

Posted 27/04/2014 | 12:04

Pembacaan Alkitab : Flp. 2:5‑11


Dalam Filipi 2:5‑8 Paulus menampilkan Kristus sebagai tela­dan kita. Teladan ini tidak hanya obyektif, tetapi juga sub­yektif. Dalam ayat 5 Paulus berkata, "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus." Pikiran yang demikian juga terdapat dalam Kristus ketika Ia mengosongkan diri‑Nya, mengambil rupa seorang hamba, dan merendahkan diri-­Nya, menjadi sama dengan manusia (ayat 7‑8). Untuk meng­alami Kristus, kita perlu bersatu dengan Dia sedemikian rupa, yaitu dalam perasaan batin‑Nya yang lembut, dan da­lam pikiran‑Nya.

Ayat 6 mengatakan, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan." Kristus tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai genggaman yang harus dipertahankan. Walaupun Tuhan sama dengan Allah, Ia tidak menganggap kesetaraan de­ngan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan atau dijaga; melainkan Ia mengesampingkan rupa Allah, dan mengosongkan diri‑Nya sendiri, mengambil rupaseorang hamba.

Ayat 7 meneruskan bahwa Kristus telah "mengosongkan diri‑Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." Ketika Kristus mengosongkan diri‑Nya, Ia mengesampingkan apa yang dimiliki-­Nya semula ‑ rupa Allah. Ayat 8 menyambung, "Dan dalam keadaan sebagai ma­nusia, Ia telah merendahkan diri‑Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." Dalam keadaan sebagai manusia, Kristus merendahkan diri‑Nya. Pertama‑tama Kristus mengosongkan diri‑Nya dengan menanggalkan rupa, atau ekspresi lahiriah dari ke‑Allahan­Nya, dan menjadi sama dengan manusia. Kemudian Ia me­rendahkan diri‑Nya melalui taat, bahkan sampai mati, mati di kayu salib. Inilah Kristus, teladan kita. Jadi, demi menjadi teladan kita, Kristus telah merendahkan diri-Nya dalam tujuh langkah: (1) mengosongkan diri‑Nya sendiri; (2) mengambil rupa se­orang hamba; (3) menjadi serupa dengan manusia; (4) merendahkan diri‑Nya sendiri, (5) menjadi taat; (6) taat hing­ga mati; dan (7) taat hingga mati di kayu salib.

Teladan yang ditampilkan di sini seka­rang justru menjadi hayat di batin kita. Hayat ini kita se­but hayat yang tersalib. Ketujuh langkah dari merendahnya Kristus merupakan aspek‑aspek dari hayat yang tersalib. Sebagai hayat batini­ah, Ia menghendaki kita mengalami Dia, sehingga kita da­pat memperhidupkan hayat yang tersalib ini. Dalam hayat yang tersalib ini tidak ada tempat bagi persaingan, puji-­pujian yang sia‑sia, atau bangga diri. Sebaliknya, di sini hanya ada pengosongan diri, dan merendahkan diri. Setiap kali kita mengalami Kristus dan memperhidupkan Dia, dengan otomatis kita akan memperhidupkan hayat yang tersalib yang sedemikian. Ini berarti bila kita memperhi­dupkan Kristus, kita memperhidupkan Dia yang menjadi teladan hayat yang tersalib. Kemudian kita pun akan me­ngosongkan dan merendahkan diri.

Jika dalam batin kita tidak ada hayat yang tersalib, kita tidak mungkin hidup sesuai dengan teladan yang disajikan dalam Filipi 2 ini. Hanya hayat yang tersaliblah yang dapat memperhidupkan teladan yang demikian. Jika kita tetap melakukan sesuatu karena persaingan dan men­cari puji‑pujian yang sia‑sia atau masih berambisi menjadi pemimpin, itu berarti kita tidak memperhi­dupkan hayat yang tersalib. Hayat ini tidak pernah menggenggam sesuatu sebagai mustika untuk dipertahankan. Sebaliknya, ia se­nantiasa rela mengesampingkan posisi dan gelar. Ketika teladan dalam Filipi 2 menjadi hayat batiniah kita, teladan ini menjadi keselamatan kita. Lalu kita akan diselamatkan dari segala bentuk persaingan dan puji‑pujian yang sia‑sia.

Selanjutnya dalam Filipi 2:9-12 kita melihat perihal peninggian Kristus. Selanjutnya Filipi 2:9 mengatakan, "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada‑Nya nama di atas segala nama." Tuhan sangat merendahkan diri‑Nya, tetapi Allah meninggikan‑Nya ke puncak yang tertinggi. Sejak kenaikan Tuhan, tidak ada nama di bumi yang melebihi nama Yesus. Allah telah meninggikan Yesus, manusia yang sejati, menjadi Tuhan segala sesuatu. Peninggian Kristus dalam 2:9 pada hake­katnya adalah manifestasi kuasa kebangkitan. Kuasa kebangkitan selalu mengikuti kehidupan dari hayat yang tersalib. Menyusul ha­yat yang tersalib adalah kuasa kebangkitan yang olehnya Kritus telah ditinggikan sepenuhnya. Dalam Alkitab, kuasa yang meninggikan Kristus disebut kuasa kebangkitan. Ke­tika kita menempuh hidup yang tersalib, kita akan me­ngenal kuasa kebangkitan dan persekutuan penderitaan Kristus.

Kita harus menerima hayat yang tersalib dalam 2:5‑8 sebagai teladan kita, supaya kita dapat mengalami kuasa kebangkitan yang meninggikan Kristus hingga ke puncak tertinggi dalam alam semesta. Hari demi hari kita perlu menempuh hidup yang tersalib. Ini berarti memperhidupkan Kristus sebagai teladan kita. Kita harus menempuh hidup yang mengosongkan dan merendah­kan diri, tidak seharusnya menempuh hidup yang bersaing dan mencari pujian yang sia‑sia. Melalui hayat ini kita akan dibawa ke dalam kuasa kebangkitan yang olehnya Kristus ditinggikan.

Hari ini di antara kita dalam pemulihan Tuhan ada satu kebutuhan yang mendesak, yakni mengalami Kristus sebagai teladan kita. Kita benar‑benar perlu mengalami Kristus sebagai hayat kita yang tersalib. Menerima hayat yang tersalib ini sebagai te­ladan kita, akan membuka pintu kebangkitan dan mem­bawa kita ke dalam kuasa kebangkitan. Kehidupan yang tertinggi di bumi ini ialah kehidupan yang tersalib. Bila kita menempuh kehidupan yang tersalib, Allah akan membawa kita ke dalam kuasa kebangkitan, dan dalam kuasa ini kita akan ditinggikan.

Kita harus, mengakui bahwa keadaan persaingan untuk mendapat pujian yang sia‑sia yang terdapat di kalangan orang kudus di Filipi, dapat pula kita jumpai di banyak gereja lokal pada hari ini. Sudah tentu, di antara orang­-orang Kristen di luar pemulihan Tuhan terdapat banyak persaingan untuk mendapat pujian yang sia‑sia; tetapi ba­gaimana dengan kita yang di dalam gereja? Setidak‑tidak­nya persaingan yang sedemikian itu masih ada dalam ting­kat tertentu di tengah‑tengah kita. Karena itu kita perlu perkataan Paulus tentang Kristus sebagai teladan kita. Ki­ta perlu diterangi dan menerima hayat yang tersalib ini sebagai teladan kita, agar kita dapat mengalami kuasa ke­bangkitan. Ketika kita menempuh kehidupan yang tersalib, kita akan dibawa ke dalam kuasa kebangkitan, dan kuasa ini akan meninggikan kita.

Orang Kristen sering mengeluh karena kelemahan‑ke­lemahan. Bila kita tidak menerima hayat yang tersalib se­bagai teladan kita, kita tentu lemah. Jika Anda lemah dalam kehidupan keluarga, kehidupan sehari‑hari, atau hidup gereja, itu menunjukkan bahwa Anda belum menerima ha­yat yang tersalib, karena itu Anda belum berada di dalam kuasa kebangkitan. Hayat yang tersalib meru­pakan pintu masuk kita ke dalam kuasa kebangkitan. Allah te­lah meninggikan Kristus, tetapi apakah Anda telah mening­gikan Dia? Kristus telah ditinggikan dalam alam semesta, tetapi sudahkah Ia ditinggikan di dalam Anda? Masalahnya ialah Kristus telah ditinggikan di mana‑mana kecuali di da­lam Anda. Kristus tidak dapat ditinggikan di dalam kita kecuali kita menerima Dia sebagai hayat yang tersalib untuk menjadi teladan kehidupan sehari‑hari kita.

Terakhir, dalam ayat 10‑11 Paulus meneruskan, "Supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku, ‘Yesus Kristus adalah Tuhan’, bagi kemuliaan Allah, Bapa!" Di sini kita nampak ketiga tingkat dari alam semesta: langit, bumi, dan di bawah bumi. Yang ada di langit adalah para malaikat, yang ada di atas bumi adalah manusia, dan yang ada di bawah bumi adalah orang‑orang mati. Suatu hari orang‑orang dari tiap tingkat itu akan ber­tekuk lutut dan mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Allah membuat Tuhan Yesus, yang sebagai manusia, men­jadi Tuhan dalam kenaikan‑Nya (Kis. 2:36). Karena itu, se­mua lidah harus mengaku bahwa Dia adalah Tuhan. Pengaku­an kita bahwa Yesus adalah Tuhan membuat Allah Bapa dimuliakan. Ini adalah akhir yang agung akan segala apa adanya Kristus dan perbuatan‑Nya dalam persona dan pe­kerjaan‑Nya (1 Kor. 15:24‑28). Haleluya!