Artikel

Artikel

Hubungan yang Wajar dalam Kehidupan Kaum Beriman

Posted 13/05/2013 | 12:05

Pembacaan Alkitab: Efesus 6:1-9


Efesus pasal 5 dan 6 mewahyukan bahwa gereja adalah mempelai perempuan Kristus, juga sebagai pejuang (5:22-33; 6:10‑20). Namun di antara kedua bagian tersebut, Paulus menyisipkan pembicaraan mengenai hubungan yang wajar antara anak-­anak dengan orang tua dan antara para hamba dengan para tuan. Di sini Paulus ingin menunjukkan kepada kita bahwa jika kita ingin memiliki kehidupan gereja yang tepat, baik sebagai mempelai perempuan Kristus maupun sebagai pejuang, kita harus memperhatikan hubungan yang wajar dalam kehidupan kita, khususnya yang berkaitan dengan keluarga dan pekerjaan kita.

Ayat 1 mengatakan, "Hai anak‑anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena demikianlah yang be­nar." Dalam menasihati anak‑anak dan para orang tua, rasul terlebih dulu menanggulangi anak‑anak, karena pa­da umumnya kesulitan datang dari anak‑anak. Anak‑anak kaum beriman tidak sama dengan anak‑anak umum; mereka berbeda dengan anak­-anak orang dunia. Jadi, Paulus secara khusus menasihati anak‑anak dalam keluarga kaum beriman, bukan anak-anak pada umumnya, untuk taat kepada orang tua mereka di dalam Tuhan. Frase "di dalam Tuhan" ini menunjukkan bahwa anak‑anak perlu menaati orang tua mereka : (1) dengan bersatu dengan Tuhan, (2) bukan dengan diri mereka sendiri tetapi dengan Tuhan, dan (3) bukan menurut kon­sepsi alamiah mereka tetapi menurut firman Tuhan.

Dalam ayat 2 dan 3 Paulus melanjutkan : "Hormati­lah ayahmu dan ibumu ‑ ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: Supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi." Ini bu­kan hanya perintah yang penting dengan suatu janji, te­tapi juga perintah pertama mengenai hubungan manusia dengan manusia (Kel. 20:12). Janji yang tercantum dalam ayat 3, ialah agar anak‑anak berbahagia dan panjang umur di bumi. Berbahagia adalah menjadi makmur dalam berkat‑berkat materi; juga ditujukan kepada hidup da­lam situasi yang damai sentosa. Hidup lama adalah me­miliki umur yang panjang. Berdasarkan perintah ini, ke­makmuran dan umur yang panjang adalah berkat‑berkat Allah dalam hidup ini bagi mereka yang menghormati orang tua mereka.

Menghormati berbeda dengan menaati. Menaati ada­lah suatu tindakan, menghormati adalah suatu sikap. Ada kemungkinan anak‑anak menaati orang tua mereka tanpa menghormati mereka. Untuk menghormati orang tua mereka, anak‑anak perlu sikap menghormati, roh yang menghormati. Jika kita mau panjang umur di bumi ini, kita perlu menghormati orang tua kita. Orang yang tidak dapat menghormati orang tua berarti bunuh diri secara per­lahan‑lahan. Mereka sebenarnya memperpendek hidup mereka di bumi ini. Jika Anda mengharap hari‑hari Anda lebih panjang, belajarlah menaati orang tua Anda dengan sikap hormat. Dalam Alkitab inilah syarat unik untuk bisa panjang umur. Siapa yang ingin panjang umur, hendaklah memenuhi syarat ini.

Dalam ayat 4 Paulus beralih kepada bapa‑bapa, "Dan kamu, Bapak‑bapak, janganlah bangkitkan kemarahan di dalam hati anak‑anakmu, tetapi didiklah mereka di da­lam ajaran dan nasihat Tuhan." Membangkitkan kema­rahan atau memancing amarah di dalam hati anak‑anak akan merusak mereka dengan membangkitkan daging mereka. Para orang tua sebaiknya tidak marah‑marah ketika menanggulangi anak‑anak mereka. Seorang ayah perlu menanggulangi amarahnya dengan meninggalkannya di atas salib. Dalam menanggulangi kesalahan atau kenakalan anak‑anak Anda, Anda harus terlebih dulu pergi ke atas salib dan tinggal di sana. Jika tidak, Anda akan marah‑marah, dan karenanya akan membangkitkan amarah anak‑anak Anda.

Para bapak tidak boleh membangkitkan amarah anak-anak, sebaliknya harus mendidik mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. Mendidik anak‑anak berarti membesarkan mereka melalui merawat. Membe­sarkan anak‑anak menuntut orang tua memberi mereka instruksi yang diperlukan yang berkaitan dengan kehi­dupan insani, kehidupan keluarga, dan kehidupan bermasyarakat. Kata nasihat di sini mencakup instruk­si. Paulus mungkin merujuk kepada ketetapan Perjanjian Lama, yaitu para orang tua harus mengajar anak‑anak mereka dengan firman Allah (Ul. 6:6‑7), mengajar mere­ka mengenal Alkitab. Seiring dengan instruksi ini, kadang‑kadang kita perlu mendisiplin mereka, mengganjar mereka. Penting sekali para orang tua bela­jar mengasuh anak‑anak dengan ajaran dan nasihat Tuhan.

Sebagai orang tua, kita harus melaksanakan kewa­jiban kita terhadap anak‑anak kita. Ini berarti kita tidak hanya harus mengajar mereka, tetapi juga harus mem­beri teladan bagi mereka untuk dicontoh. Sama seperti Tuhan Yesus menguduskan diri‑Nya demi murid‑murid­Nya (Yoh. 17:19), begitu pula para orang tua harus me­nguduskan diri mereka sendiri demi anak‑anak mereka. Mereka yang tidak mempunyai anak mungkin bebas melakukan perkara‑perkara tertentu, misalkan tidur larut malam atau bangun siang. Akan tetapi mereka yang mempunyai anak tidak bebas untuk melakukan hal ter­sebut. Demi anak‑anak mereka, mereka harus mengekang diri. Anak‑anak selalu meniru orang tuanya. Karena itu, orang tua bertanggung jawab untuk mendirikan satu standar yang tinggi dan teladan yang tepat untuk di­contoh anak‑anak.

Akan tetapi, bagaimanapun baiknya teladan yang diberikan oleh orang tua, bagaimana anak‑anak itu akan berkembang tergantung pada belas kasihan Allah. Di satu pihak, para orang tua harus mempertahankan standar yang tinggi, tetapi di pihak lain, mereka perlu bersandar pada Tuhan. Dari hari ke hari kita harus berkata ke­pada‑Nya, "Tuhan, anak‑anak ini bukan kepunyaanku; mereka adalah kepunyaan‑Mu dalam pemeliharaan atau penjagaanku untuk sejangka waktu. Tuhan, yang aku la­kukan atas mereka hanyalah memenuhi kewajibanku. Bagaimana jadinya mereka kelak, mutlak tergantung pa­da belas kasihan‑Mu semata."

Dalam Efesus 6:5‑9 Paulus membahas hubungan an­tara hamba dengan tuan. Mengenai hubungan ini, ia ter­lebih dulu menasihati para hamba, karena pada umum­nya merekalah yang menyebabkan kesulitan. Ayat 5 mengatakan, "Hai hamba‑hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus." Pada zaman ra­sul, hamba dibeli oleh tuannya, dan tuannya memiliki hak atas hidupnya. Beberapa hamba dan tuan menjadi sau­dara dalam gereja. Sebagai saudara dalam gereja, mereka setara dan tanpa perbedaan (lihat Kol. 3:11), tetapi di rumah atau di tempat kerja, mereka yang adalah hamba masih wajib menaati saudara‑saudara yang adalah tuan mereka menurut daging.

Paulus menasihati para hamba agar menaati tuannya dengan takut dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti taat kepada Kristus. Dalam ayat 6 Paulus meneruskan, "Jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati manu­sia, tetapi sebagai hamba‑hamba Kristus yang dengan segenap hati (jiwa) melakukan kehendak Allah." Jika se­orang saudara yang adalah hamba berdiri pada kedudukannya dan menaati tuannya, dalam pandangan Tuhan dia adalah hamba Kristus, melakukan kehendak Allah, dan dia melayani seperti melayani Tuhan dan bukan me­layani manusia (ayat 7). Hamba yang demikian melaku­kan kehendak Allah dari jiwa mereka. Para hamba harus melayani "seperti orang‑orang yang melayani Tuhan, dan bukan manusia".  Mengenai hamba, Paulus menarik kesimpulan pada ayat 8, "Kamu tahu bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah berbuat baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan." Semua per­buatan baik yang kita lakukan, akan kita terima kembali dari Tuhan dan ini menjadi pahala bagi kita. Jika para hamba melakukan perkara yang baik, Tuhan akan mem­balasnya dengan yang baik pula. Ini berarti perkara baik yang mereka lakukan akan menjadi suatu pahala bagi mereka.

Terakhir, dalam ayat 9 Paulus berkata, "Dan kamu tuan‑tuan, perbuatlah demikian juga terhadap mereka dan jauhkan­lah ancaman. Ingatlah bahwa Tuhan mereka dan Tuhan kamu ada di surga dan Ia tidak memandang muka." Para tuan, yang memiliki hak atas hidup hamba‑hamba yang telah mereka beli, perlu membuang ancaman mereka, karena Tuhan di surga adalah Tuan yang sesungguhnya baik atas mereka maupun atas para hamba. Secara da­ging, ada orang yang menjadi hamba, dan ada pula yang menjadi tuan. Tetapi dalam pandangan Tuhan, tidak ada perbedaan antara hamba dengan majikan. Menurut Kolo­se 3:11, dalam manusia baru tidak ada hamba maupun orang merdeka. Dalam gereja, kita semua adalah sau­dara. Akan tetapi, dalam daging masih terdapat perbe­daan antara para hamba dan para majikan.

Dalam semua nasihat ini, Paulus membuat satu poin penting : demi kehidupan gereja yang wajar dan kesaksian gereja yang baik, kita perlu memiliki satu ke­hidupan insani yang tepat dalam zaman ini. Hal ini ada­lah pelajaran yang sangat penting untuk kita pelajari.