Artikel

Artikel

Hidup yang Berpadanan dengan Panggilan Allah

Posted 12/02/2013 | 12:02

 

Pembacaan Alkitab: Efesus 4:1-3

Kehidupan yang bagaimanakah yang seharusnya dimiliki oleh anak-anak Allah? Efesus pasal 4‑6 menasihati kita mengenai kehidupan dan tanggung jawab yang seharusnya dimiliki oleh anak-anak Allah, bahwa kita harus hidup berpadanan dengan panggilan Allah, yang merupakan totalitas dari berkat‑berkat yang dilim­pahkan kepada gereja, seperti yang dinyatakan dalam Efesus 1:3‑14. Dalam gereja, di bawah berkat Allah Tri­tunggal yang berlimpah, orang‑orang kudus harus hidup berpadanan dengan pemilihan dan penakdiran Bapa, pe­nebusan Putra, serta pemeteraian dan penjaminan Roh itu.

Untuk hidup yang berpadanan dengan panggilan Allah, gereja harus memiliki semacam kehidupan dan ju­ga harus mengemban kewajiban sepenuhnya. Karena itu, dalam pasal 4‑6 kita nampak, di satu aspek, kehidupan yang seharusnya ditempuh gereja, dan di aspek lain, ke­wajiban yang seharusnya dipikul gereja. Dalam menganjuri kaum saleh untuk hidup berpa­danan dengan panggilan Allah, Paulus mengucapkannya dari statusnya sebagai seorang yang dipenjarakan dalam Tuhan. Statusnya sebagai rasul Kristus melalui kehendak Allah memberinya kuasa untuk mewahyukan hal‑hal ten­tang gereja dan membicarakan rahasia Kristus. Akan te­tapi, statusnya sebagai tahanan dalam Tuhan melayak­kan dia menasihati kita untuk hidup berpadanan dengan panggilan Allah. Tidak hanya demikian, ia pun mengem­ban tanggung jawab yang dituntut oleh panggilan ini. Sebagai "orang yang dipenjarakan karena Kristus Yesus," Paulus adalah teladan bagi mereka yang hidupnya berpadanan dengan pang­gilan Allah.

Untuk menempuh hidup yang berpadanan dengan panggilan Allah, untuk menempuh kehidupan Tubuh yang wajar, kita terlebih dulu perlu memperhatikan kesatuan. Kita harus memelihara kesatuan Roh itu. Kesatuan jelas berbeda dengan persatuan. Ada orang‑orang Kris­ten yang mungkin memiliki semacam persatuan terten­tu, namun dalam pemulihan Tuhan kita lebih mengapre­siasi kesatuan daripada persatuan atau gabungan. Kesatuan kita adalah satu Persona, yaitu Tuhan Yesus sendiri sebagai Roh pemberi‑hayat. Hari ini Tuhan adalah Roh pemberi‑hayat di batin kita, dan Roh ini adalah kesatuan kita. Jadi, kesatuan kita bukan satu Persona obyektif yang jauh di surga, melainkan satu Persona subyektif yang berhuni di batin kita sebagai hayat kita.

Ayat 2 mengatakan, "Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dengan saling membantu." Rendah hati berarti tinggal dalam keadaan yang rendah, lemah lembut berarti tidak membela diri sendiri. Kita harus melatih dua kebajikan ini dalam menanggulangi diri kita. Panjang sabar berarti sabar terhadap perlakuan yang tidak baik. Kita harus melatih kebajikan ini dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan kebajikan‑kebajikan ini kita saling memikul (tidak hanya bertoleransi), tidak meninggalkan mereka yang sering mendatangkan kesulitan, tetapi memikul me­reka dalam kasih. Inilah ekspresi hayat.

Akan tetapi problemnya ialah di dalam diri kita sen­diri kita tidak dapat rendah hati maupun lemah lembut. Jika kita jujur dan tulus hati, kita harus mengakui bahwa rendah hati dan lemah lembut yang sejati tidak terdapat dalam diri kita. Sebaliknya, kita condong meninggikan diri sendiri dan membela diri. Sebagaimana kita tidak memiliki rendah hati atau lemah lembut, kita pun tidak memiliki kesabaran dan kita tidak dapat saling menanggung di dalam kasih. Namun demikian, Paulus menyuruh kita memiliki hidup atau perilaku yang layak.

Jika kita ingin memiliki kebijakan‑kebijakan yang disebut dalam ayat 2, kita perlu suatu sifat insani yang diubah. Dalam sifat insani alamiah kita tidak ada sifat rendah hati, lemah lembut, atau sabar, tetapi kebajikan­-kebajikan itu ada dalam sifat insani kita yang telah di­ubah, yaitu dalam sifat insani Yesus. Dalam Matius 11:29, Tuhan Yesus mengatakan betapa Ia lemah lembut dan rendah hati. Lemah‑lembut dan rendah hati merupakan ciri‑ciri sifat insani Yesus. Lemah lembut atau rendah hati yang seolah‑olah kita miliki dalam diri kita sendiri hanyalah suatu kepura‑puraan dan tidak dapat menahan setiap ujian yang sesungguhnya. Terpujilah Tuhan, kare­na sifat insani Yesus dalam hayat kebangkitan‑Nya telah kita miliki hari ini! Semakin kita diubah, semakin banyak sifat insani Yesus yang kita miliki. Melalui memiliki sifat insani Kristus yang telah bangkit, kita akan dengan spon­tan memiliki kebajikan‑kebajikan yang diperlukan untuk memelihara kesatuan Roh itu.

Bila Anda belum ditransformasi, Anda tidak akan memiliki sifat rendah hati, atau lemah lembut yang dibutuhkan untuk memelihara kesatuan. Semakin banyak transformasi kita, dengan spontan kita akan se­makin mewarisi sifat rendah hati, lemah lembut, dan sa­bar. Seluruh kebajikan ini merupakan warisan kita me­lalui transformasi. Mereka yang masih alamiah dan bersifat daging tidak mungkin menjadi orang yang lemah lembut, rendah hati, atau sabar. Ka­rena itu, Efesus 4:2 menyiratkan kebutuhan akan transformasi. Kita mempunyai problem dalam hal kesatuan, karena kita begitu alamiah, bersifat daging, dan begitu banyak hidup dalam diri sendiri. Namun, jika kita telah ditransformasi, kita akan dengan spontan dapat memeli­hara kesatuan, sebab dalam sifat insani kita yang telah ditransformasi itu terkandung sifat rendah hati, lemah lembut, dan sabar.

Ayat 3 mengatakan tentang memelihara kesatuan Roh "dalam ikatan damai sejahtera". Di atas salib Kristus telah menghapus segala perbedaan yang disebabkan oleh ketetapan‑ketetapan, dengan ini Dia mengadakan damai sejahtera bagi Tubuh‑Nya. Ikatan damai sejahtera ini sesungguhnya adalah pe­kerjaan salib. Melalui pengalaman kita tahu bahwa bila kita menuju ke atas salib, tidak ada perbedaan‑perbeda­an di antara kita dengan orang lain. Namun, begitu kita turun dari salib, perbedaan‑perbedaan akan muncul kem­bali. Hal ini tidak saja terjadi dalam hidup gereja, tetapi juga terjadi dalam kehidupan keluarga. Sering kali kasih antara suami istri terkubur di bawah perbedaan‑perbe­daan yang muncul karena mereka turun dari salib. Satu­-satunya cara untuk melenyapkan perbedaan- perbedaan itu ialah naik ke atas salib.

Ketika kita naik dan tinggal di atas salib, lenyaplah semua perbedaan itu dan damai se­jahtera akan kita miliki. Ketika kita tinggal di atas salib, damai sejahtera ini akan menjadi ikatan yang di dalam­nya kita memelihara kesatuan Roh. Karena itu, untuk memelihara kesatuan Roh itu, perlulah kita mengalami transformasi dan salib. Efesus 4:2 menunjukkan perlunya transformasi, dan Efesus 4:3 menunjukkan perlunya salib. Kita perlu di­ transformasi agar kita memiliki sifat rendah hati, lemah lembut, dan sabar; kita pun perlu disalibkan agar kita memiliki ikatan damai sejahtera. Setelah itu barulah kita dapat memelihara kesatuan Roh itu. Inilah satu-satunya jalan untuk memiliki hidup yang berpadanan dengan panggilan Allah.