Artikel

Artikel

Berbuat Dosa atau Orang Dosa

Posted 29/09/2014 | 12:09

Roma 1 sampai dengan 8 ter­diri dari dua bagian. Bagian pertama memperlihatkan, darah menanggulangi apa yang telah kita lakukan; sedang bagian kedua memperlihatkan, salib menanggulangi apa adanya kita. Kita memerlukan darah untuk pengam­punan dosa-dosa kita, kita juga memerlukan salib untuk pelepasan kita.

Kalau kita memandang lebih jauh lagi, akan kita temukan, bahwa bagian yang pertama itu umumnya membicarakan soal pembenaran (misalnya, Roma 3:24-26; 4:5,25), sedangkan bagian kedua terutama membahas masalah pengudusan (Roma 6:19,22). Mengetahui kebenaran pembenaran oleh iman yang berharga ini, baru merupakan pengenalan yang separuh. Dengan kata lain, kita baru sekedar menyelesaikan sengketa kedudukan kita di hadapan Allah. Bila kita maju lagi, Allah masih memberi lebih banyak kepada kita, yaitu penyelesaian masalah tingkah laku kita. Perkembangan pemikiran pada pasal­-pasal ini memang menandaskan hal tersebut. Dalam hal apa saja, langkah kedua selalu menyusul langkah pertama; jika kita hanya tahu yang pertama, ini berarti kita masih menempuh penghidupan orang Kristen yang di bawah normal. Lalu, bagaimana kita baru bisa menempuh penghidupan orang Kristen yang normal? Tentu saja, mula-mula kita harus mengalami pengampunan dosa-dosa, harus dibenarkan, harus berdamai dengan Allah; hal-­hal itu adalah dasar yang tidak boleh tiada. Tetapi sesudah dasar itu benar-benar ditanamkan melalui tindakan iman kita yang pertama dalam Kristus, kita nampak jelas, bahwa kita masih harus maju kepada sesuatu yang lebih dari itu. 

Dalam Roma pasal 4 dan pasal 6, tercantum dua aspek kebangkitan. Dalam Roma 4:25, kebangkitan Tuhan Yesus disebutkan berhubungan dengan pembenaran kita, "Yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita." Ayat ini menyinggung tentang kedudukan kita di hadapan Allah. Tetapi dalam Roma 6:4 dikatakan, bahwa kebangkitan memberikan hayat baru kepada kita, agar kita dapat menempuh penghidupan yang kudus, "Sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati ... demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru." Ayat ini menyinggung tentang tingkah laku kita.

Damai sejahtera pun tercantum dalam kedua ba­gian tersebut, yaitu dalam, pasal 5 dan 8. Roma 5 menyinggung damai sejahtera bersama Allah adalah hasil dari pembenaran karena beriman kepada darahNya, "Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus" (Roma 5:1). Ini berarti, karena aku telah menerima pengampunan dosa, maka Allah tidak lagi menakutkan bagiku. Dahulu aku musuh Allah, tetapi kini telah "diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anaknya"(5:10). Namun, aku segera menemukan, bahwa "diri"ku adalah biang keladi yang mengganggu diriku sendiri. Di batinku masih ada kegelisahan, karena ada sesuatu di dalamku yang menarikku berdosa. Memang aku sudah berdamai dengan Allah, tetapi dengan diriku sendiri masih belum; dalam hatiku masih ada pergumulan. Keadaan ini dengan jelas digambarkan dalam Roma 7, yang menampakkan pertarungan sengit antara tubuh daging dengan roh. Tetapi dari keadaan tersebut, kita dibawa ke pasal 8, kepada damai sejahtera batiniah akibat hidup di dalam Roh. "Karena pikiran daging adalah maut" sebab "pikiran daging itu adalah perseteruan terhadap Allah", tetapi "pikiran roh adalah hidup dan damai sejahtera" (Roma 8:6-7 Tl).

Jadi, di pihak obyektifnya, darah menanggulangi perbuatan dosa kita. Sebagai pengganti kita, Tuhan Yesus telah menanggungnya di kayu salib bagi kita, dan karenanya dapat memberi kita pengampunan, pembenaran dan pendamaian. Namun kini kita harus maju selangkah lagi dalam rencana Allah untuk memahami bagaimana Ia membereskan tabiat dosa yang ada di dalam kita. Darah dapat mencuci bersih dosa-dosaku, tetapi tidak dapat mencuci bersih "orang lamaku". Untuk itu, perlu salib menyalibkan "aku". Darah menanggulangi "dosa-­dosa", tetapi salib menanggulangi "orang dosa". Istilah "orang dosa" jarang kita temukan dalam empat pasal pertama kitab Roma. Hal itu karena pokok pembahasannya bukan tentang orang dosa, melainkan dosa-dosa yang dilakukannya. Istilah "orang dosa" mula­-mula muncul pada pasal 5, dan penting untuk diperhatikan, bagaimana penampilan orang dosa itu. Dalam pasal itu manusia disebut "orang dosa" bukan karena ia telah berbuat suatu dosa, tapi karena ia terlahir sebagai orang dosa. Perbedaan ini sangat penting. Sebab pengajaran kitab Roma adalah, kita disebut orang dosa bukan karena kita telah berbuat dosa, melainkan karena kita adalah orang dosa. Kita adalah orang dosa karena kelahiran, bukan karena perbuatan. Seperti yang dinyatakan Roma 5:19, "Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa." Bagaimana kita bisa menjadi orang dosa? Karena ketidaktaatan Adam. Kita menjadi orang dosa bukan karena perbuatan kita, tetapi karena perbuatan dan apa adanya Adam. Misalnya sekarang, saya berbicara dengan bahasa Inggris, tetapi bukan karena berbahasa Inggris lalu saya disebut orang Inggris. Saya tetap orang Tionghoa. Maka, pasal 3 mengarahkan perhatian kita kepada perbuatan kita, semua orang telah berbuat dosa, namun ingatlah, kita menjadi orang dosa bukan karena kita telah berbuat dosa. Suatu kali saya bertanya kepada sekelompok anak-anak, "Siapakah yang disebut orang dosa?" Mereka langsung menjawab, "Orang yang berbuat dosa." Benar, orang yang berbuat dosa, adalah orang dosa, tetapi fakta seseorang berbuat dosa, tidak lain membuktikan bahwa ia memang orang dosa; bukan perbuatannya yang menyebabkan ia disebut orang dosa. Orang yang berbuat dosa, adalah orang dosa, tetapi orang yang tidak berbuat dosa, pun, asal ia keturunan Adam, juga disebut orang dosa. Orang dosa memerlukan penebusan. Mengertikah Anda? Ada orang dosa yang jahat, ada pula orang dosa yang baik. Ada orang dosa yang bermoral, ada pula orang dosa, yang bejat. Namun, semuanya sama, adalah orang dosa. Kadang-kadang kita mengira, asal kita tidak melakukan hal-hal tertentu, semuanya akan baik. Tetapi persoalannya lebih dalam daripada apa yang kita lakukan, persoalannya terletak pada apa adanya kita. Mungkin saja satu orang keturunan "X" lahir di Amerika dan tidak dapat berbahasa "X" sama sekali, tetapi ia, tetap orang "X", karena ia terlahir sebagai orang "X". Kelahiranlah yang menentukan. Jadi, aku adalah orang dosa karena aku dilahirkan dalam Adam. Ini bukanlah soal kelakuanku, melainkan soal keturunanku atau kelahiranku. Aku menjadi orang dosa bukan karena aku telah berbuat dosa, malah sebaliknya, aku berbuat dosa karena aku berasal dari keturunan yang berdosa. Aku berbuat dosa karena aku adalah orang dosa. Kita mudah sekali berpikir demikian, meskipun perbuatan kita amat bobrok, tetapi diri kita tidak begitu bobrok. Tetapi Allah justru terus menerus menunjukkan kepada kita, bahwa diri kita bobrok dan pada dasarnya memang bobrok. Akar segala kesulitan kita adalah orang dosa itu; dan ia harus ditanggulangi. Dosa-dosa kita ditanggulangi oleh darah, tetapi diri kita ditanggulangi oleh salib. Darah menjamin pengampunan atas segala yang kita perbuat; salib menjamin kita terlepas dari apa adanya kita.  

Sumber: Yayasan Perpustakaan Injil, "Kehidupan Orang Kristen Yang Normal", Watchman Nee.


Fitur komentar ditutup.