Artikel

Artikel

Apakah Manusiawi Membutuhkan Allah?

Posted 25/02/2013 | 12:02

Fakta menunjukkan bahwa umat manusia memiliki beberapa kebutuhan. Kita membutuhkan terang dan udara, air dan makanan, perlindungan dan perhentian. Banyak orang juga merasakan kebutuhan terhadap Allah, tetapi apakah ini normal? Apakah manusiawi membutuhkan Allah?

Adalah Manusiawi Membutuhkan Allah

Adalah manusiawi membutuhkan Allah. Dalam makna sesungguhnya, kebutuhan kita terhadap Allah tidak ada hubungannya dengan agama atau dengan kelemahan atau kebobrokan di pihak kita. Secara sederhana, kita membutuhkan Allah karena kita adalah manusia. Pada faktanya, perasaan yang mendalam terhadap kebutuhan terhadap diri Allah adalah tanda keinsanian yang sejati dan normal. Raja Daud berkata, “Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup” (Mzm. 42:2-3). Rasa haus Daud kepada Allah tidak bersifat agamis; ini berdasar pada fakta bahwa Daud adalah manusia. Rasa haus kepada Allah adalah ciri yang mendasar dari “kemanusiaan” kita; ini membedakan kita dari segala makhluk hidup di bumi. Hanya manusia merasakan sebuah kebutuhan terhadap Allah. Sejarah manusia dipenuhi dengan petualangan manusia untuk memuaskan kehausan batini yang mendalam terhadap diri Allah.

Bejana-bejana Allah

Ketika Allah menciptakan umat manusia, Dia tidak menciptakan sebuah alat untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu. Dia menciptakan sebuah bejana, sebuah wadah untuk menampung diri-Nya sendiri. Berbicara tentang Allah sebagai Sang Pencipta, rasul Paulus berkata, “Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak katas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu bejana untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu bejana lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?” (Rm. 9:21 Tl.) Allah adalah tukang periuk ilahi, dan kita adalah bejana-bejana tanah liat yang dibentuk oleh-Nya untuk menampung diri-Nya sendiri. Sebagai bejana-bejana Allah, kita diciptakan di dalam gambar Pencipta kita (Kej. 1:26). Selanjutnya, Allah membentuk roh manusia di dalam kita sehingga kita dapat memiliki sebuah jalan untuk menerima Dia (Zak. 12:1). Allah adalah Roh (Yoh. 4:24), dan kita memiliki roh manusia di dalam kedalaman batin kita sehingga kita dapat berkontak, menerima, dan menampung Allah (Ams. 20:27). Roh kita seperti perut jasmani kita. Ketika perut kita kosong, kita merasa lapar dan tidak puas. Sama halnya, ketika roh kita kosong, tanpa Allah, kita merasakan kelaparan batini di dalam kedalaman diri kita. Rasa lapat ini adalah bagian dari kodrat manusia dan tidak ada apa pun di alam semesta ini yang dapat memenuhinya selain diri Allah sendiri.

Kekekalan di Dalam Hati Kita

Allah bukan hanya menciptakan kita dengan sebuah roh; Dia juga meletakkan kekekalan di dalam hati kita (Pkh. 3:11). Ini berarti bahwa di dalam hati manusia terdapat sebuah aspirasi terhadap sesuatu yang kekal. Tidak peduli berapa kayanya atau suksesnya diri kita, di dalam kedalaman diri kita terdapat perasaan kesia-siaan yang menggerogoti dan seruan untuk realitas. Tidak ada hal-hal sementara yang dapat memenuhi kekosongan batini. Ini membuktikan bahwa di dalam kita terdapat aspirasi terhadap hal-hal yang kekal. Hanya Dia di alam semesta yang kekal, yaitu Allah yang kekal. Hanya Dia yang dapat memuaskan aspirasi terhadap kekekalan di dalam hati kita.

Memenuhi Keperluan Manusia yang Mendasar

Di dalam kita terdapat rasa haus untuk dipenuhi dengan Allah, dan di dalam Allah terdapat kedambaan bersesuaian untuk masuk ke dalam kita dan menjadi satu dengan kita. Untuk memenuhi kedambaan-Nya dan meleraikan rasa haus kita, Allah menjadi manusia, yang bernama Yesus Kristus. Manusia ini dipenuhi dengan Allah dan Allah dinyatakan di dalam semua perkataan-Nya dan perbuatan-Nya. Sebagai orang yang demikian, Yesus adalah manusia yang paling normal yang pernah hidup. Allah bermaksud agar kita semua menjadi seperti Dia, yaitu seorang manusia yang dipenuhi dan diluapi dengan Allah. Pada akhir hidup-Nya Yesus, manusia Allah, disalibkan untuk menyingkirkan dosa seluruh umat manusia (Yoh. 1:29). Pada hari ketiga Dia bangkit dari kematian, dan melalui kebangkitan-Nya Dia menjadi Roh yang memberikan hayat (1 Kor. 15:45). Sekarang sebagai Roh yang memberikan hayat, Dia tersedia dan siap untuk masuk ke dalam roh kita dan meleraikan rasa haus batini terhadap Allah. Bukalah diri kepada-Nya dan berkatalah kepada-Nya,

“O Tuhan Yesus, aku membutuhkan Engkau,
dan sekarang aku menerima Engkau.
Basuhlah dosa-dosaku dan masuklah ke dalamku
untuk memenuhi kekosongan di dalam rohku.”

Dia pasti akan menjawab doa kita, dan kebutuhan manusia yang paling mendasar, dan keperluan manusia yang paling mendasar, yaitu keperluan terhadap Allah, akan dipuaskan.

Sumber: www.truthquestions.org.uk, "Is It Human to Need God?"


Fitur komentar ditutup.